Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto saya
Assalamualaikum saudara Muslim muslimahku, semoga dalam lindungan Allah SWT, terimakasih telah berkunjung di blogger ku. Jazakumullah

Jumat, 08 Maret 2019

Makalah Macam-macam Harta

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk membimbing manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan kepada seluruh umatnya agar memelihara hak antar sesama.
Dalam hak milik harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Benar pernyataan bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun kelompok terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan sanksinya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Hak Milik.”
Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan mengglobal permasalahannya. Segala bentuk peraturan aqidah, hukum, dan syariah tentunya sudah dituangkan kedalam kitab al-Qur’an sebagai tuntunan umat islam dalam menjalani kehidupan. Kesempurnaan ajaran islam telah Allah tuangkan kedalam firman-Nya:
لْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.”
Dalam masalah muamalah, al-Qur’an memberikan Qawa’id Al-‘Ammah (kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi yang terjadi diantara mereka. Diantara pokok pembahasan bidang muammalah yang sangat urgen adalah mengenai harta. Harta menjadi masalah sentral dalam kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian harta ?
2. Sebutkan
3.  harta ?
4. Bagiamana kedudukan harta dan anjuran untuk usaha dan  memilikinya ?
5. Sebutkan fungsi harta ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian harta.
2. Dapat menyebutkan macam-macam harta.
3. Dapat mengetahuai kedudukan harta dan anjuran untuk usaha dan memilikinya.
4. Untuk mengetahui fungsi harta.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta
Dalam bahasa arab harta disebul المال diambil dari kata مال, يميل ميلا yang berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai harta. Dalam definisi ini Sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia tidak bisa dinamakan harta seperti burung diudara, pohon dihutan, dan barang tambang yang masih ada dibumi. Dalam Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith, kata al-maal berarti ’apa saja yang dimiliki. Dalam Mu’jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan, uang, dan hewan. Pengertian secara etimologi diartikan segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam manfaat. Sedangakan secara terminologi harta adalah segala sesuatu yang digandrungi manusia dan dapat dihadirkan pada saat diperlukan. Berbagai macam pendapat tentang pengertian harta:

2.1.1 Pendapat Ulama Hanafiyah
المال كل مايمكن حيازتُه واخرازُه وينتفع به عادةً  Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan dapat dimanfaatkan. Sesuatu yang layak dimiliki menurut syarat serta dapat dimanfaatkan, disimpan/dikuasai dan bersifat konkret Yang dimaksud dengan layak dimiliki menurut syarat ialah sesuai dengan syari’at atau ketentuan. Misalnya seorang muslim tidak layak memiki babi karena babi itu haram Yang dimaksud dengan dapat dimanfaatkan ialah bahwa harta itu mempunyai kegunaan dan mempunyai nilai, misalnya sebutir beras itu tidak bisa dimanfaatkan karena tidak memiliki nilai dan tidak ada kegunaannya Yang dimaksud dengan disimpan dan dikuasai ialah bahwa harta itu berada dalam pada orang yang memiliki harta itu bukan pada orang lain atau sebagainya. Misalnya kayu dihutan yang tidak ada kepemilikannya tidak disebut harta karena tidak dibawah kekuasaanya Yang dimaksud bersifat konkret artinya harta itu nampak dan berwujud, sesuatu yang tidak berwujud tidak tidak disebut harta. Misalnya manfaat dari suatu benda seperti mendiami sebuah rumah dan mengendarai kendaraan tidak disebut harta karena manfaat itu tidak berwujud, hanya manfaat bisa dimiliki. Sehingga dalam pandangan ulama hanafiyah yang dimaksud dengan mal ialah 4 kriteria yang telah disebutkan tadi dan ulama hanafiyah membedakan antara hak milik dengan harta. Sementara jumhur ulama tidak membedakannya. Ulama hanafiyah membedakan antara Hak milik dengan harta
 Hak Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain
 Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri orang lain. sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan atau bisa juga harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut Hanafiah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yam).

2.1.2 Pendapat Jumhur Ulama Selain Hanafiyah
Harta adalah segala sesuatu yang memiliki nilai, dan diwajibkan ganti rugi atas orang yang merusak atau melenyapkannya.
a) Madzab Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya. Kedua, sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ’uruf (adat).
b) Madzab Syafi’i mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam. Pertama, adalah sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai harta.
c) Hambali juga mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi; kedua, dilindungi undang-undang.
Dari 4 madzab tersebut dapat disimpulkan tentang pengertian harta/hak milik:
 Sesuatu itu dapat diambil manfaat
 Sesuatu itu mempunyai nilai ekonomi
 Sesuatu itu secara ’uruf (adat yang benar) diakui sebagai hak milik
 Adanya perlindungan undang-undang yang mengaturnya.
 مَايَميلُ اليهِ الطَبْعُ وَيَجْرِى فِيه البَذْلُ وَالْمَنْعُ Sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabi’atnya, baik manusia itu akan memberikannya atau akan menyimpannya.
كل عينٍ ذَاتٍ قيمةٍ مَادِّيَّةٍ مُتَدَاوِلَةٍ بَين الناسِ Segala zat(‘ain )yang berharga, bersifat materi yang berputar diantara manusia. Dari definisi di atas, terdapat perbedaan mengenai esensi harta. Oleh Jumhur Ulama dikatakan, bahwa harta tidak saja bersifat materi, tetapi juga termasuk manfaat dari suatu benda, karena yang dimaksud adalah manfaat, bukan bendanya. Namun ulama hanafi berpendapat bahwa pengertian harta hanya bersifat materi, manfaat menurut mereka termasuk ke dalam pengertian milik. Berarti milik berbeda dengan harta.

2.2 Macam - Macam Harta
Ulama fiqih membagi harga menjadi beberapa bagian yang setiap bagiannya berdampak atau berkaitan dengan beragam hukum (ketetapan) namun, pada bahasan ini hanya akan dijelaskan beberapa bagian yang masyhur.

2.2.1 Harta Muttaqawwin dan Ghair Muttaqawwin
a) Harta muttaqawwin → “Segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya, seperti macam-macam benda yang tidak bergerak, yang bergerak, dan lain-lain.”
b) Harta ghair muttaqawwin → “Sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang syara’ untuk memanfaatkannya, kecuali dalam keadaan madarat, seperti khamar.”
Menurut ulama Hanafiyah, keduanya dipandang sebagai harta muttaqawwin oleh nonmuslim. Oleh karena itu, umat Islam yang merusaknya harus bertanggung jawab. Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, harta ghair muttaqawwin tetap dipandang muttaqawwin, sebab umat non-muslim yang berada di negara Islam harus mengikuti peraturan yang diikuti oleh umat Islam. Dengan demikian, umat Islam tidak bertanggung jawab jika merusaknya.

c) Faedah Pembagian
 Sah dan Tidaknya Akad → Harta muttaqawwin sah dijadikan akan dalam berbagai aktivitas, muamalah, seperti hibbah, pinjam-meminjam, dan lain-lain, sedangkan harta ghair muttaqawwin tidak sah dijadikan akad dalam bermuamalah. Penjualan khamar, babi, dan lain-lain yang dilakukan oleh umat Islam adalah batal. Adapun pembelian sesuatu dengan barang-barang haram adalah fasid. Hal ini karena penjualan merupakan syarat terjadinya jual beli, sehingga batal, sedangkan harga adalah wasilah terjadinya akad, yakni syarat sah dalam muamalah sehingga fasid. Pendapat ini dikemukakan ulama Hanafiyah.
 Tanggung Jawab Ketika Rusak → Jika seseorang merusak harta muttaqawwin, ia bertanggung jawab untuk menggantinya. Akan tetapi, jika merusak ghair muttaqawwin, ia tidak bertanggung jawab. Menurut ulama Hanafiyah, dalam hal merusak ghair muttaqawwin, ia tetap bertanggung jawab sebab harta tersebut dipandang muttaqawwin oleh nonmuslim. Selain Hanafiyah berpendapat bahwa, harta ghair muttaqawwin tetap dipandang muttaqawwin sebab umat nonmuslim yang berada di negara Islam harus mengikuti peraturan yang diikuti oleh umat Islam.

2.2.2 Harta ‘Aqar dan Manqul
Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah:
a) Manqul → “Harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ke tempat lain baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut. Hal ini mencakup uang, barang-dagangan, macam-macam hewan, benda-benda yang ditimbang dan diukur.”
b) ‘Aqar → “Harta tetap, yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah dari satu tempat ke tempat lain menurut asalnya, seperti rumah, dan hal-hal yang membumi.”
Menurut ulama Hanafiyah, bangunan dan tanaman menurut ulama Hanafiyah tidak termasuk ‘aqar, kecuali kalau keduanya ikut pada tanah. Dengan demikian, jika menjual tanah yang diatasnya ada bangunan atau pohon, bangunan dan pohon tersebut atau hal-hal lain yang menempel di tanah tersebut dihukumi ‘aqar. Sebaliknya, jika hanya menjual bangunan dan pohonnya saja, tidak dihukimi ‘aqar sebab ‘aqar menurut ulama Hanafiyah hanyalah tanah, sedangkan selain itu adalah harta manqul.
Menurut ulama Malikiyah menyempitkan cakupan manqul dan memperluas pengertian ‘aqar, yaitu :
a) ”Manqul adalah harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari satu tempat ke tempat lain, dengan tidak merubah bentuk dan keadaannya seperti pakaian, buku, dan sebagainya.
b) ‘Aqar adalah harta yang tidak dapat dipindahkan dan diubah pada asalnya, seperti tanah, atau mungkin dapat dipindahkan dan diubah dan terjadi perubahan pada bentuk dan keadaannya ketika dipindahkan, seperti rumah dan pohon. Rumah setelah diruntuhkan berubah menjadi rusak, dan pohon berubah menjadi kayu.”
c) Faedah Pembagian
Di antara faedah pembagian harta menjadi ‘aqar dan manqul pada hukum antara lain:
 Menurut ulama Hanafiyah, tidak sah wakaf, kecuali pada harta ‘aqar atau sesuatu yang ikut pada ‘aqar. Sebaliknya jumhur ulama, berpendapat bahwa harta ‘aqar dan manqul dapat diwakafkan.
 Imam Abu Hanifiyah dan Abu Yusuf, dengan menyalahi ulama fiqih lainnya, berpendapat dibolehkan menjual ‘aqar yang belum diterima atau dipegang oleh pembeli pertama, sedangkan manqul dilarang menjualnya sebelum dipegang atau diserahkan kepada pembeli.

2.2.3 Harta Mitsli dan Qimi
a) Harta mitsli → “Harta yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.” Harta mitsli terbagai atas empat bagian, yaitu harta yang ditakar, seperti gandum, harta yang ditimbang, seperti kapas dan besi, harta yang dihitung, seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter, seperti pakaian, papan dan lain-lain.
b) Harta Qimi → “Harta yang tidak mempunyai persamaan di pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.”
c) Faedah Pembagian
Di antara faedah pembagian kepada mitsli dan qimi, antara lain :
 Menurut ulama Hanafiyah, pada harta qimi tidak terjadi riba jika ada tamba→han sebab harta qimi tidak ditimbang, seperti dibolehkan menjual satu kambing dengan dua kambing. Adapun tambahan pada harta mitsli dipandang riba. Untuk lebih jelas akan dibahas pada bab rika.
 Jika seseorang merusakkan harta mitsli, ia bertanggung jawab atas kerusakan tersebut dan harus menggantinya dengan harta yang sama dan sempurna, atau mendekati barang yang rusak. Adapun pada harta qimi, orang yang merusaknya dicukupkan mengganti dengan harta yang senilai dengan harta yang dirusak tersebut.

2.2.4 Harta Istihlaki dan Isti’mali
a) Harta istihlaki → “Harta yang dapat diambil manfaatnya dengan merusak zatnya.”
Di antara contoh harta istihlaki adalah macam-macam makanan, minuman, kayu bakar, kertas, uang dan lain-lain. Semua harta tersebut, kecuali dengan merusak zatnya, dapat diambil manfaatnya. Maksud kerusakan pada uang saku adalah menghabiskan dari pemiliknya. Dengan demikian, meskipun menurut zahir uang tersebut tidak rusak pada hakikatnya rusak, sebab pemilik tidak mungkin memanfaatkan uang tersebut tanpa membelanjakannya.
b) Harta Isti’mal → “Harta yang dapat diambil manfaatnya, sedangkan zatnya tetap (tidak berubah).”. Di antara contoh harta isti’mal adalah rumah, tempat tidur, pakaian, buku, dan lain-lain.
Apabila zat harta hilang ketika pertama kali dimanfaatkan, harta tersebut dinamakan harta istihlaki. Sebaliknya, jika zatnya tetap ada, dinamakan harta isti’mali.

c) Faedah Pembagian
Dalam aktivitas ekonomi, harta istihlaki digunakan pada berbagai macam akad yang dimaksudkan untuk merusaknya., seperti qirad dan meminjamkan makanan.
Adapun harta isti’mali digunakan dalam beragam akad yang bertujuan untuk memakai harta tersebut, bukan untuk merusaknya, seperti sewa-menyewa dan pinjam-meminjam.
Namun demikian, ada juga akad yang tujuannya bukan hanya untuk merusak atau memakainya saja, tetapi untuk keduanya, seperti jual-beli.
      
2.2.5 Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a) Harta Mamluk → ”Sesuatu yang berada di bawah kepemilikan, baik milik perseorangan, maupun milik badan hukum, seperti pemerintahan dan yayasan.”
b) Harta Mubah → “Sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan, dan buah-buahan.”
c) Harta Mahjur → “Sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan disyariatkan memberikannya kepada orang lain, ada kalanya benda itu merupakan benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, mesjid, kuburan, segala harta yang diwakafkan.”
c) Faedah Pembagian
Di antara faedah yang dapat diambil dari pembagian ini dalam bermuamalah adalah
 Harta yang boleh didayagunakan (tasharuf) oleh seseorang adalah harta mamluk (harta yang berada di bawah kepemilikan seseorang), seperti dalam jual-beli, hibah, wakaf, dan lain-lain.
 Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kemampuan, usaha, dan cara yang dibenarkan syara’. Dengan demikian, harta tersebut akan menjadi miliknya, seperti orang yang menghidupkan atau memakmurkan tanah yang tidak ada pemiliknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
“Barang siapa yang menghidupkan tanah (gersang), yang bukan milik seseorang, maka ia lebih berhak atas tanah tersebut.” (HR. Bukhari)
Juga sesuai dengan kaidah :
“Barang siapa yang mengeluarkan dari harta mubah, maka menjadi pemiliknya.” (HR. Bukhari)

2.2.6 Harta ‘Ain dan Dain
a) Harta ‘Ain → “harta benda yang berbentuk benda, seperti rumah, meja, kursi, kendaraan, dan lain-lain”.
Harta ‘Ain terbagi dua:
Ø Harta ‘ain dzati qimmah, adalah benda yang memiliki bentuk dan nilai, yang meliputi:
 Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya atau tidak;
 Benda yang dianggap harta yang ada atau tidak ada sebangsanya;
 Benda yang dianggap harta yang dapat atau tidak dapat bergerak
Ø Harga ghair dzati qimmah, adalah benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki  nilai atau harga, seperti sebiji beras
b) Harta Dain → “Sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.”
Menurut ulama Hanafiyah, harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dain sebab harta – sebagaimana telah disinggung – haruslah sesuatu yang berwujud dan berbentuk. Utang yang merupakan tanggung jawab seseorang menurut ulama Hanafiyah tidak termasuk harta, tetapi sifat pada tanggung jawab (wasf fi adz-dzimmah).

2.2.7 Harta yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi
a) Harta yang dapat dibagi (Qobi li al-qismah)
Yang dimaksud dengan qobi li al-qismah adalah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan lain-lain.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (Ghair qabi li al-qismah)
Yang dimaksud dengan ghair qabi li al-qismah adalah harta yang menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, seperti piring, mesin, meja, dan lain-lain.

2.2.8 Harta Pokok dan Harta Hasil
a) Harta Pokok →  “Harta yang menyebabkan adanya harta yang lain.”
b) Harta Hasil (tsamarah) → “Harta yang terjadi dari harta yang lain.”
Di antara contoh harta pokok adalah sapi, dan harta hasil adalah susu atau daging. Harta pokok dapat disebut modal.

2.2.9 Harta Khas dan Harta ‘Am
a) Harta Khas → “Harta pribadi yang tidak bersekutu dengan harta lain”. Harta ini tidak dapat diambil manfaatnya atau digunakan kecuali atas kehendak atau atas seizinnya
b) Harta ‘Am → “Harta milik umum atau bersama, semua orang boleh mengambil manfaatnya sesuai dengan ketetapan yang disepakati bersama oleh umum atau penguasa”.
2.2.10 Harta Al-’Ain dan Mal Al-Naf I (Manfaat)  
a) Harta ‘ain al-’ain adalah suatu benda yang memiliki nilai dan berbentuk wujud atau berwujud
b) Harta naf’i adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh dan berkembang menurut perkembangan masa. Contohnya listrik, oksigen.

2.3 Kedudukan Harta dan Cara Memperoleh
Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul fiqh persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itu banyak manusia yang mempertahankan harta dengan segala upaya yang dilakukan, sehingga dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta serta kedudukannya.

2.3.1 Kedudukan harta didalam Al-Qur’an
a) Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya dan peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam Al-Qur’an:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِ
Artinya: ”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada mu. (QS. Al-Hadid:7)
b) Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan akhirat. Allah berfirman:
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَا اَنْفَقُوْا وَلَا اَذًا لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَاهُمْ يَحْزَنُوْنَ.
Artinya: “orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkanya itu dengan menyebut-nyebut pemberianya dan dengan tidak menyakiti(perasaan sang penerima), mereka memperoleh pahala di sisi tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak(pula) mereka bersedih hati”.(Q.S Al-Baqarah:262)

c) Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan.
Didalam al-Qur’an Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.
Artinya: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14)

d) Harta sebagai ujian, pada Q.S.Ath-Taghaabun : 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيم.
Artinya :”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar.

e) Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang hanya bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang muslim hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah berfirman:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الحَيَوةِ الدُّنْيَا…   
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan didunia".

2.3.2 Kedudukan Harta didalam As-Sunnah
a) Harta adalah penyebab fitnah :
عَنْ كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ.
Artinya:“Dari Ka’ab bin “Iyyadh telah berkata, aku mendengar nabi bersabda,” sesungguhnya bagi setiap umatku adanya fitnah (ujian) nya dan fitnah bagi umatku adalah masalah harta”.

b) Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang shalih.
نعم المال الصالح للمرء الصالح  . رواه أحمد
Artinya: ”Sebaik-sebaik harta adalah yang ada pada seorang yang shalih”. (HR. Ahmad)

2.3.3 Cara Memperoleh Harta
  Harta merupakan sebuah kebutuhan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, Allah memerintahkan manusia untuk berusaha mencari harta dan memilikinya. Tentu saja dengan memakai cara yang halal dan tidak melanggar norma-norma agama.
Allah berfirman:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوْا فِي الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ…
Artinya: “apabila telah diturunkan sembahyang maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah”.(Q.S.Al-Jumu’ah:10
Seseorang melakukan usaha dalam mencari karunia Allah dengan bersungguh-sungguh, Allah menyuruh kepada seseorang itu untuk memohon kepada Allah agar dilimpahkan karunia tersebut itu dalam bentuk rezeki. Hal ini tertulis pada surah An-Nisa’:32
وَاسْاَلُوْا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ اِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمًا.
Artinya: “dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu”.(Q.S.An-Nisa’:32).
Bila seseorang tersebut telah berusaha dan telah meminta pula perkenan dari Allah, maka Allah akan memberikan karunianya kepada siapaun yang ia kehendaki. Sebagaimana firmanya:
ذَالِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَآءُ وَاللهُ ذُوا الْلفَضْلِ الْعَظِيْمِ.
Artinya: “demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Alllah mempunyai karunia yang besar”.(Q.S.Al-Jumu’ah:4).
Islam tidak melarang kehendak seseorang untuk memperoleh harta selagi dengan cara yang halal dan baik. Namun hal tersebut bukan berarti islam tidak membatasi seseorang dalam mencari harta. Bagaimanapun juga yang menentukan kekayaan dan rezeki adalah Allah swt. Disamping itu, dalam pandangan islam harta itu bukanlah sebuah tujuan, tetapi merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhoan Allah SWT.
Jika harta tersebut dicari dengan ketentuan Allah yaitu dengan cara yang halal dan toyib, maka pemanfaatanya pun harus sesuai dengan panduan Allah:
 Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup
 Digunakan untuk memenuhi kewajibanya kepada Allah yaitu dengan zakat,nazar, kewajiban yang harus ditunaikan untuk keluarga, yaitu istri, anak, dan kerabat.
 Dimanfaatkan untuk kebutuhan sosial.

2.4 Fungsi Harta
Fungsi harta bagi manusia hakikatnya sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia baik dalam kegiatan yang baik maupun kegiatan yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Biasanya cara memperoleh harta akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti cara seseorang yang memperoleh harta dengan korupsi, tentunya ia akan memfungsikan harta tersebut untuk kesenangan semata. Fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan syara dalam hukum Islam, antara lain:

1. Kesempurnaan Ibadah Mahzhah seperti ibadah shalat yang memerlukan kain untuk menutup aurat
2. Memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah SWT dari sifat kekafiran dan kekufuran atas segala nikmatNYA
3. Meneruskan estafeta kehidupan agar tidak meninggalkan generasi lemah.
4. Menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat
5. Bekal mencari dan mengembangkan Ilmu
6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang dermawan, tolong menolong dan lain sebagainya.
7. Untuk memutar peran-peran kehidupan
8. Untuk menumbuhkan silaturahmi




BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Dalam bahasa arab harta disebul المال diambil dari kata مال, يميل ميلا yang berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai harta
Macam-macam harta terbagi menjadi 10 diantaranya: Harta Muttaqawwin dan Ghair Muttaqawwin, Harta ‘Aqar dan Manqul, Harta Mitsli dan Qimi, Harta Istihlaki dan Isti’mali , Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur , Harta ‘Ain dan Dain, Harta yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi, Harta Pokok dan Harta Hasil , Harta Khas dan Harta ‘Am, Harta Al-’Ain dan Mal Al-Naf I (Manfaat).
Kedudukan harta dalam terdapat pada al-qur’an dan al-hadist. Harta sangat berfungsi nagi kehiudpan di dunia karena sebagai Kesempurnaan Ibadah Mahzhah seperti ibadah shalat yang memerlukan kain untuk menutup aurat. Harta dapat menunjang kegiatan manusia baik dalam kegiatan yang baik maupun kegiatan yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Biasanya cara memperoleh harta akan berpengaruh terhadap fungsi harta



2 komentar: